Tempat Nongkrong, Gaya Hidup, Atau Karena Tidak Ada Kerjaan?


Tempat nongkrong tidak lagi dilihat dari esensi sebagai tempat yang enak dan menyejukan saat kita bersantai. Tempat nongkrong di jaman penuh keruweten ini berubah menjadi gaya hidup yang tak lagi memandang kenyamanan dan ketenangan, tapi tampat nongkrong adalah tempat dimana bisa ngumpul dan disekelilingnya ada banyak orang-orang dengan tampang meyakinkan dan (seakan) bergelimang harta, itulah tempat nongkrong sekrang.

Memang tidak dipungkiri pula bahwa tempat nongkrong juga ditentukan oleh kelas ekonomi. Ada kelas enkonomi menenengah kebawah yang lebih memilih taman karena tidak harus mengeluarkan uang sepeserpun, yang penting rame. Ada kelas ekonomi kelas menengah keatas, ini mengharuskan merogoh kocek minimlah 5.000 keatas, seperti McDonald's, KFC, dll. Dibagian kelas ini memang dipenuh oleh orang-orang yang secara ekonomi cukup mapan, meski sebenarnya masih saja ada kelas menengah kebawah yang pura-pura punya uang lebih dengan berbaur di kelas ini.

Disadari atau tidak bahwa kelas sosial adalah suatu yang tak terpisahkan dari masyarakat urban. Menurut Lenin, kelas sosial dianggap sebagai golongan sosial dalam sebuah tatanan masyarakat yang ditentukan oleh posisi tertentu dalam proses produksi. namun, menurut Marx sendiri, kelas sosial merupakan gelaja khas masyarakat feodal, dimana mereka menyadari diri sebagai kelas, suatu golongan khusus dalam masyarakat, dan memiliki kepentingan-kepentingan spesifik serta mau memperjuangkannya.

Tapi bagi saya, teori-teori kelas seperti apapun tidak akan berlaku ketika seseorang mempunyai uang lebih dan  kekurangan uang. Contoh, ketika kelas menengah kebawah punya uang lebih, mereka bisa saja derajatnya sama dengan dengan kelas menengah keatas dengan menempati yang biasa ditempati oleh kelas menengah keatas. Begitu juga sebaliknya, ketika kelas menengah keatas sedang tidak punya uang(dan kadang terlilit hutang) derajat akan sama saja dengan kelas menengah ke bawah.
Aduh... ini terlalu panjang prolognya, sebenarnya saya hanya ingin menyampaikan cerita saya tadi sore (16/02/13) di sebuah McDonald's di depan Mall Tujungan Plaza Surabaya, saat saya mengerjakat tugas kelompok bersama teman-teman kuliah. Disitu saya memperhatikan banyak orang lalu lalang dengan kesibukan masing-masing, termasuk saya dan teman-teman saya.

Seperti yang saya katakan diatas bahwa tempat nongkrong sudah berubah esensinya ketika saya melihat anak muda yang kesemuanya perempuan saat datang ke McDonald's hanya untuk main Uno dengan ongkos memberi minuman untuk bisa berlama-lama di McDonald's tersebut. Pada hakikatnya, McDonald's didirikan untuk mereka yang kecepean bisa melepas lelah dengan segelah air dingin atau menyantap nasi bagi mereka yang sedang lapar dan setelah itu kembali beraktifitas (tegur saya kalau ini salah).
Seperti foto diatas, seorang anak kecil yang baru datang sekolah (anggapan saya, karena masih memakai seragama sekolah, meski waktunya sudah agak sore) sedang menyantap nasi (mungkin) kerana lapar. Anak ini ditemani kakaknya. Tapi yang terpikirkan dibenak saya dan menjadi pertanyaan, kenapa anak itu tidak makan di rumah saja? Bukannya masaka ibu lebih enak bagi keluarga yang indah? Tapi saya tetap saja berpikir bahwa ibu dari anak itu lagi sibuk bekerja dan tak sempat memasakan anaknya.

Saya jadi teringat ketika mata kuliah Sejarah dan Budaya, bahwa yang paling kuat membentuk karakter manusia itu saat-saat umur seperti anak diatas. Karena saat seumuran dialah orang tua membentuk karangka hidup anaknya yang (sifatnya) akan dibawa hingga dia tua kelak. Tapi saya tetap berprasangka baik, bahwa sekolah anak itu sangat dengan dengan McDonald's, dan karena tak kuat lagi menaha lapar terpaksa anak itu mampir sebentar ke McDonald's untuk mengganjal perutnya yang nantinya makan sesungguhnya akan dilanjutkan di rumah bersama keluarga tercinta.

0 komentar:

Posting Komentar