Teologi Bencana dan Bencana Teologi

Jangan lagi kau sebut negeri ini sebagai sebuah negeri "Untaian zamrud khatulistiwa",
negeri "tongkat kayu dan batu jadi tanaman"
__Koes Plus__

Dari sudut manapun, barisan bencana yang melanda bangsa ini menjadi suatu yang sungguh fenomenal. Rentetan peristiwa "bersejarah" yang mengiris-iris nurani dan memilukan hati terjadi silih berganti dalam hitungan hari. Bencana demi bencana bahkan sampai pada bencana yang berpangkal dari ulah manusia dan kecelakaan transportasi darat, laut dan udara tak pernah berhenti terjadi bagai tak bosan mendera rakyat dan bangsa ini.


Sebegitu runtun-sistematis dan kerapnya jarak antara satu bencana dengan bencana lainnya, sehingga sepertinya sudah —meminjam istilah sosial— "mentradisi" di tanah air tercinta ini. Menjadi santapan rutin para pemirsa telivisi dan hedaline news paling menarik bagi wartawan yang sebenarnya hampir memuakkan.

Bencana apapun yang dipandang buruk oleh manusia semuanya tidak terlepas dari dua macam bencan ini. Pertama: bencana yang memang merupakan sunatullah. Contohnya adalah gempa bumi, tsunami, meletusnya gunung merapi, kekeringan dalam jangka waktu lama, dan lain-lain. Bencana ini dapat menimpa siapapun. Bencana alam dalam kategori ini semata-mata dimaksudkan untuk menunjukkan kemahakuasaan Allah

Kedua: bencana yang diakibatkan oleh tangan-tangan manusia. Contohnya adalah banjir dan longsor yang diakibatkan oleh penebangan hutan secara liar, wabah kemiskinan dan kelaparan di tengah-tengah kekayaan alam yang melimpah ruah akibat kekayaan tersebut diserahkan kepada pihak asing, mewabahnya penyakit kelamin (seperti AIDS) akibat pergaulan bebas, dan lain-lain.

Benar bahwa bencana alam adalah bagian dari sebuah bencana. Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami (suatu peristiwa fisik, seperti letusan gunung, gempa bumi, tanah longsor) atau yang secara sengaja dilakukan manusia sendiri. Tapi alam tidak akan “apa-apa” jika tanpa campur tangan serakah manusia

Karena ketidakberdayaan manusia, akibat kurang baiknya manajemen keadaan darurat, sehingga menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan dan struktural, bahkan sampai kematian. Walaupun sebenarnya, keadaan yang tidak disebabkan oleh aktivitas alami adalah juga sebuah bencana. Contohnya, bila ada teman kecelakaan, orangtuanya meninggal dunia karena sakit, atau rumahnya kebakaran karena aliran listrik pendek.

Masyarakat Kita Masyarakat Religius

Masyarakat kita sudah kadung terlanjur dikenal sebagai masyarakat relegius, maka pertanyaan yang mencuat adalah, sejauh mana fenomena mega bencana negeri ini berpengaruh terhadap perubahan sikap dan resistensi pemikiran masyarakat kita? Bagaimana wacana teologis masyarakat dalam memandang dan menyikapi bencana dahsyat yang menimpa sekeliling mereka?

Pertanyaan di atas teramat krusial untuk diajukan, mengingat implikasi bencana-bencana yang terjadi tidak saja berdampak pada persoalan ekonomi, sosial, psikologi dan politik, tetapi juga masalah teologi dan alam pikir masyarakat yang terkena dan yang menyaksikan bencana. Karena secara psikis dan psigologi bencana-bencana tersebut telah menimbulkan trauma yang membekas.

Setidaknya hal yang demikian ada tiga arus pemikiran atau mainstream yang mengitari masyarakat kita ketika menyaksikan bencana yang terus-menerus silih berganti antara bencana alam dan bencana yang timbul dari ulah manusia dalam beberapa tahun belakangan ini yakni; teologi mistis dan nihilistic.

Pertama, teologi mistis-klenis. Rentetan bencana yang secara kebetulan terjadi dan mendera bangsa ini makin sering di masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono. Hal ini, mengundang spekulasi pemikiran berbau klenik bahwa pemimpin ini tidak diterima atau lemah secara spiritual untuk memimpin negeri ini.

Terbukti, sejak pertama kali SBY hingga untuk yang kedua kalinya memimpin Indonesia, SBY selalu disambut dengan berbagai macam bencana, pertama kali SBY menjadi presiden tiba-tiba Badai Tsunami menghantam Aceh. Kedua kalinya SBY menjadi presiden, bombardir bom Noordin M Top meluluh lantakan hotel JW. Marriott dan Ritz Carlton. Begitu mungkin pendukung golongan ini berargumentasi.

Bencana yang menyatakan kehendak alam malah ditafsirkan sebagai keengganan kalau bukan penolakan atas representasi mereka. Ini kan sama dengan mencari "kambing hitam" untuk dijadikan pelabuhan kekesalan atau bahkan kefrustasian. "Bahkan ada yang dengan kotak-katik asal jadi ala klenik, mengambil persamaan kata dengan tokoh dan alam pikir dunia pewayangan, meyakini bahwa jika yang berkuasa di bumi adalah Bethara Yudho (Yudhoyono?), maka yang akan terjadi adalah bencana"

Pemikiran dan pemahaman (baca: teologi) semacam ini tidak hanya salah dari sudut logika karena mengukur dengan mitos yang berkembang di belakang hari tanpa presien, tetapi sekaligus juga menyesatkan karena berbasis tahayul dan apriori. Ini bukan lagi teologi bencana, tetapi lebih tepat dikatan bencana teologi.

Kedua, teologi nihilistis. Deretan bencana yang selalu membawa nestapa kematian yang begitu kerap terjadi di tengah himpitan kesulitan hidup dan merajalelanya ketidak-adilan politik, sosial dan ekonomi menjadikan masyarakat terbiasa acuh dan kehilangan kepekaan alam dan sosialnya. Bencana telah menjadi rutinitas yang sebetulnya memuakkan, tetapi terlanjur dianggap suatu kewajaran, bahkan mungkin keniscayaan.

Penyebabnya tidak lain adalah ekspos terhadap rusaknya alam dan sosial yang terlalu akrab di telinga dan mata mereka atas kemajuan di bidang telekomunikasi dan informasi, menyebabkan bencana yang terjadi dianggap sebagai suatu hal yang biasa, lumrah, wajar dan "apa adanya".

Akhirnya, jika kondisi ini menjadi mindset dalam setiap kepala umat di negeri ini, maka tidak ada harapan lagi bagi umat di negeri ini untuk bangkit. Itulah bencana teologis terparah yang tiap detik bakal mengintai hati dan rikiran rakyat di negeri "cengengesan ini"

3 komentar:

  1. Brkunjung sob, wah ga Update ny ;-). Sekarang mau ngarap bntuan prosesx lma bgt ya ?..

    BalasHapus
  2. Sory sob, maksudx lama dh Update hehe..

    BalasHapus
  3. iya ni sob
    maksih tas kunjungannya
    moga aja bisa memberi manfaat blog yang jauh dari kesempurnaan ini

    BalasHapus