Mendukung Tumbuh-Kembangnya Start Up Lokal
(Sebuah Investasi Masa Depan Dalam Menyambut Generasi Technopreneur)
Pendahuluan
Kita boleh bangga saat ini karena
semakin banyak pemuda Indonesia yang terjun ke bisnis digital, atau yang
lebih dikenal dengan start up, sebuah perusahaan rintisan digital yang
mengkhususkan untuk fokus pada solusi berbasis teknologi yang kemudian
dimonitisasi menjadi lahan menjanjikan untuk menambah pundi-pundi keuangan
mereka. Peluang-pelung dibidang teknologi semakin tidak disia-siakan semenjak
banyak inkubator-inkubator lokal yang mempertamukan pelaku start up
dengan capital venture dan berbagai ajang bersekala nasional yang memberi
penghargaan dan pembiayaan kepada start up terpilih.
Perkembangan
pesat teknologi digital dan terus meningkatnya penetrasi internet hingga ke
pelosok negeri membuat start up tumbuh cepat dan bermetamorfosis menjadi bisnis
digital. Selain yang disebutkan diatas, start up juga bisa disebut
sebagai perusahaan pemula yang pada umumnya bergerak di bidang teknologi
informasi dengan internet sebagai platform media utama.
Bisnis digital menjadi tren di Indonesia dan terus berkembang pesat karena
masyarakat Indonesia sudah mulai menyadari bahwa teknologi dapat mempermudah aktivitas mereka, seperti membeli barang, membeli tiket kereta api, pesawat,
kapal, bis, dll. Semua dapat dilakukan dari rumah tanpa harus antri di loket
pengantrian. Ini semua berkat pelaku start up yang ingin selalu mempermudah
aktivitas masyarakat Indonesia yang semakin hari semakin sibuk dengan urusan
mereka masing-masing.
Bisnis
digital di Indonesia memang baru dimulai kalau melihat perkembangan pesat start
up diluar luar ngeri yang sudah memulai terlebih dahulu. Tapi pelaku start up
Indonesia masih mempunyai peluang besar mengingat gaya hidup masyarakat
Indonesia yang bergeser dari konvensional ke digital. Masyarakat Indonesia
mulai mencari-cari alternatif untuk mempercepat “segala sesuatunya” ketika
mereka membutuhkan. Seperti berbelanja dan urusan-urusan lain yang masih bisa
dikerjakan dengan bantuan teknologi.
Perkembangan
teknologi yang mengarah pada digitalisasi informasi dan komunikasi adalah
sebuah keniscayaan bagi masyarakat Indonesia yang telah memberikan pengaruh besar
dalam pemetaan industri di Indonesia. Digitalisasi sebagai salah satu hasil
perkembangan teknologi menjadi modal utama para pelaku bisnis konvensional untuk
dapat menyelesaikan setiap pekerjaan dengan cepat berkat bantuan para pengembang/developer
yang terus menerus mempersembahkan karya terbaik mereka.
Dilematika Start Up Lokal
Lahan basah di ranah bisnis digital Indonesia menjanjikan
banyak peluang karena pesatnya penduduk Indonesia dan semakin postifnya respon
masayarakat Indonesia terhadap teknologi. Peluang besar bisnis digital di
Indonesia ternyata “dicium” oleh pelaku bisnis digtal luar Indonesia, dan
mereka dengan cepat melebarkan sayap ke Indonesia. Publik juga sama-sama tahu,
perusahaan digital di Indonesia mulai dari
e-commerce, layanan pasang iklan gratis dan social media menduduki puncak teratas.
Selain
itu start up lokal masih sangat lemah ketika bicara soal uang untuk
mempertahankan “nyawa perusahaannya”, sehingga dengan mudahnya mereka dibeli
oleh pihak luar. Habis manis sepah dibuang, seperti itulah kondisi
start up lokal belakangan ini, kalau melihat kasus jejaring sosial berbasis
lokasi buatan anak negeri yang dibeli oleh perusahaan raksasa internet yang
kemudian “dibuang” begitu saja dan sekarang jejaring sosial berbasis lokasi tersebut
tidak diketahui rimbanya.
Sementara
di layanan pasang iklan gratis dan e-commerce yang paling menonjol dan paling
banyak dikenal masyarakat Indonesia adalah layanan pasang iklan gratis dan e-commerce
luar negeri. Mereka punya kekuatan finansial cukup besar dan membanjiri iklan
televisi setiap malamnya. Dampaknya pun cukup signifikan, masyarakat Indonesia mulai
dari tingkat bawah hingga tingkat atas hanya mengenal layanan pasang iklan
gratis dan e-commerce milik asing tersebut.
Di
dunia game, Indonesia masih berkutat dalam pengembangan ekosistem agar bisa
menggenjot pamor game-game besutan pengembang lokal. Para pengembang/developer game lokal
terus berjuang mati-matian agar dapat menghasilkan game kualitas dunia. Tapi dilematisnya,
antara pengembang game dan penerbit (publisher) game tidak pernah
singkron dalam satu visi. Keduanya berjalan indvidual, pengembang game hanya
berpikir menghasilkan game berkualitas tanpa memikirkan sisi bisnis, sementara penerbit
game masih terlalu kaku menjalankan bisnis game lokal dan bahkan mereka kurang
percaya diri jika harus membawa game lokal ke luar negeri.
Sudah
menjadi rahasia umum bahwa game-game produk luar negri selalu lebih unggul
ketimbang game buatan anak negeri. Karena publisher game Indonesia
selalu merogoh kocek dalam-dalam untuk mendapatkan lisensi game luar negeri,
dan mengabaikan game buatan anak negari. Kendati mempunyai kualitas grafik dan
alur cerita game tingkat dunia.
Saya
tidak sedang berbicara nasionalisme, tapi dilematika start up lokal
memang sesuatu yang wajib diperjuangkan. Start up lokal harus mendapat kesempatan
tumbuh dan mendapat hak yang sama dengan perusahaan digital luar negeri yang
sudah dahulu memperoleh penghasilan di tanah air ini.
Start Up Lokal Harapan Indonesia di Masa Depan
Indonesia
punya warga negara diatas rata-rata soal pengembangan teknologi dan jiwa bisnis
untuk mengembangkan start up yang baru berdiri. Buktinya jumlah pelaku
bisnis digital selalu bertambah secara signifikan dalam kurun waktu dua tahun
terakhir ini. Beberapa ahli menjuluki pelaku bisnis digital ini sebagai
generasi baru bisnis di Indonesia. Pesatnya pertumbuhan perusahaan start up
lokal ini kedepannya akan mengisi sebagian besar potensi dan prospek finansial
jenis ini di Indonesia.
Perusahaan-perusahaan
yang dulunya start up kini sudah menjelma perusahaan dengan omset bulanan
hingga ratusan juta. Seperti Agate Sutdio dan Tiket.com yang dapat membuktikan
diri bahwa start up lokal dapat menjadi tuan rumah di ngeri sendiri, juga
sebagai pembuktian bahwa start up lokal bisa sukses tanpa bergantung
pada orang asing. Produk Indonesia punya kualitas tinggi yang sekarang tinggal
apresiasi kita saja terhadap karya tersebut, agar start up lokal tetap dapat
memberikan karya terbaiknya.
Memang
tidak bisa dipungkiri bahwa start up lokal kebanyakan sekarang masih
banyak mengadopsi ide-ide dari luar negei, tapi apa salahnya kalau kita menerapkan
sistem Amati, Tiru, Modifikasi? Toh, ujung-ujungnya kreatifitas murni
yang datang dari dalam diri pengembang lokal akan datang dengan sendirinya
seiring semakin banyaknya belajar. Ini tidak instan, kita hanya perlu bersabar
sedikit dan terus mendukung start up lokal sehingga dapat menyajikan
karya terbaik mereka.
Selain
dukungan penuh pemerintah dan masyarakat Indonesia, kreativitas dan inovasi
tanpa batas tentulah menjadi hal yang krusial dalam keberlangsungan perusahaan start
up. Tak hanya itu, bantuan penentuan model bisnis yang tepat pun menjadi
salah satu hal yang harus diperhatikan. Hal-hal tak terduga kedepannya dalam
bisnis digital menjadi tantangan tersendiri. Sekali lagi, menjawab tantangan
perumusan model bisnis yang tepat untuk perusahaan-perusahaan start up
lokal kita mutlak dilakukan karena dunia digital sifatnya dinamis.
Penutup
Kita jangan terlalu mulu’-mulu’ dalam
berharap bahwa Indonesia akan diperhitungkan di bisnis digital tingkat
internsional, kalau kita sendiri sering silau dengan karya orang asing dan
menganggap remeh produk yang dihasilkan anak negeri. Secara ekstrim (mungkin) kita
boleh membajak buatan luar Indonesia, tapi katakan tidak untuk produk anak
ngeri. Dengan tidak membajak hasil jerih payah start up lokal, kita
telah memberi kesempatan untuk tumbuh berkembang dan dukungan penuh
kepada mereka.
Start
up lokal tak akan tumbuh tanpa pengguna yang loyal, dan sudah semestinya
kita berada dibaris paling depan menjadi pengguna loyal tersebut. Jangan lagi
ada pecinta game Indonesia ketika peluncuran game lokal lebih memilih game
bajakannya. Ketika melihat game lokal memposisikan dirilah sebagai pengembang
game yang perusahaannya sangat bergantung pada pendapatan game tersebut. Juga buang
kebiasaan lama yang maunya murah dan gratis.
Terakhir, sudah saatnya pemerintah
mengatur pembagian hasil antara start up dan penyedia
konten (content provider) yang seharusnya lebih banyak mengalir ke start up, karena bagaimanapun merekalah yang punya produk dan mereka jugalah yang
berjerih payah menghasilkan karya, content provider hanyalah kendaraan
agar karya mereka sampai ke tangan pengguna. Jangan lagi ada start up lokal yang mengeluhkan karena skema pembagian pendapatan antara start up dan content
provider yang tak berpihak pada start up. Apalagi dengan sistem payment
gateway yang diterapkan operator selama ini selalu memperkecil pendatapan pihak start up.
0 komentar:
Posting Komentar