Revitalisasi Pendidikan Islam Aplikatif


Sebelum kita memasuki pada apa yang akan kita kupas menganai pendidikan dalam pesantren setidaknya kita harus tahu apa difinisi dari pendidikan itu sendiri. Pendapat Al-Attas pada kata “pendidikan” berasal dari terjamahan kata ta’dib yang khusus di pakai oleh pendidikan Islam saja. Secara termenologi, kata ta’dib berasal dari kata addaba yang berarti adab atau mendidik.

Masih menurut Al-Attas, kata tersebut (addaba) penggunaannya di khususkan untuk pengajaran Tuhan kepada Nabi-Nya, sehingga dalam konteks ini beliau mendifisinikan pendidkan adalah meresapkan dan menanamkan adab pada diri manusia.

Dalam pendidikan Islam di pesantren mempuyai dua sumber, yaitu al-quran dan hadist. Dan memang ini sudah dipakai mulai dulu sejak awal berdirinya pesantren yang bertujuan untuk memahami kitab-kitab kuning yang bersumber dari al quran dan hadis.

Dalma konteks pendidikan, pesantren mempuyani banyak fungsi di antaranya metode mendidik yang bersumber dari al-qur’an dan metode mendidik tersebut telah di dipraktekkan oleh Rosul sejak dulu kala dalam kehidupan sehari-harinya dan juga untuk mendidik para generasi Islam dan para sahabat. Dan perlu diketahui bersama bahwa metode mendidik dengan konsep ala Nabi Muhammad tidak lepas dari penanaman iman pada anak didiknya.

Pendidikan di pesantren sebagai wadah pengembagan akal dan pikiran, pengarah tata laku dan perasaan berdasarkan ajaran islam, agar nilai tersebut dapat di serap dalam kehidupan oleh peserta didik. Oleh kerena itu, pendidkan harus sesuai dengan alur pikiran sehat dalam memandang realitas kehidupan, sehingga sisi kehidupan yang akan di raih dapat di upayakan.

Pesantren juga memberi kebijakan kepada peserta didik untuk tetap berkreasi dan berfikir, dan juga mempuyai metode paling ampuh dalm pencapain tujuan. Karena ia menjadi sarana yang memberi makna pada materi. Karena metode tanpa materi pelajaran tentu tidak akan dapat berproses secara efisien dan efektif dalam mengejar sebuah tujuan. Salah satu contoh pencapaian pesantren tak sedikit pesantren yang mengeluarkan lulusan-lulusannya yang berkualitas

Tidak hanya itu, pesantren juga mendidik peserta didiknya untuk hidup mandiri dan belajar dewasa. Ini membuktikan bahwa pesantren tidak hanya mencetak alumni yang ahli dalam bidang kutubiyah saja, tapi ada juga sebagian pesantren yang mencetak santrinya dalam hal sains dan teknologi. Karena pesantren basisnya lembaga pendidikan agama, tentu lembaga seperti pesantren selalu memprioritakan pelajaran agama, yang bertujuan untuk memperbaiki moral peserta didiknya.

Gaya pesantren dalam mendidik santrinya selalu mengikuti perkembangan zaman, tidak seperti anggapan belakangan ini yang men-cap pesantren selalu berkutat pada metode lamanya denga metode mengajarnya yang khas dikenal masyarakat banyak dengan sebutan sorogan. Meski gaya pendidikan pesantren selalu up-to-date dengan keadaan yang sedang dihadapi, tidak membuat pesantren lupa daratan dengan cara meninggalkan metode sorogan-nya. Yang belakangan ini dikenal dengan modernisasi pendidikan dan oleh pihak pesantren dikolaborasikan dengan pendidikan agamanya

Mordernisasi pendidikan yang berkaitan dengan pesantren, perlu berpegang pada causa final untuk menjadi proyeksi ke masa depan, yang berorientasi pada lima hal berikut:
o Pendidikan pesantren juga mengintegrasikan antara ilmu agama dan umum.
o Pendidikan pesantren mencapai sikap toleran dan lapang dada, terutama dalam perbedaan pendapat dan penafsiran ajaran islam.
o Pendidikan pesantren juga mengintensifkan pemahaman bahasa asing sebagai alat untuk mengusai dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang semakin pesat perkembangannya.
o Pendidkan pesantren juga mampu menumbuhkan kemampuan bersuadaya dan mandiri dalam kehidupan.
o Pesantren juga menumbuhkan etos kerja, mempuyai apresiasi tehadap kerja, disiplin, jujur yang berorintasi pada nilai agama.

Jika ditarik kesimpulan dari uraian tadi bahwasanya pesantren bisa mencetak santrinya dari berbagai ilmu pengetahuan yang ada, lebih lebih yang berkaitan dengan keagamaan. Senantiasa pesantren selalu siap dengan zaman yang seperti apapun, termasuk global village sekalipun.

Pendidikan dalam pesantren pun selalu menamkan sikap sabar ketika menghadapi suatu masalah yang sarat tantangan dengan tetap mengusahakan problem solving disetiap menghadapinya. Begitulah kegigihan para pendidik dalam pesantren sehingga para siswanya/santrinya bisa menyerap berbagai informasi dan bisa menyaring dari sekian banyak informasi yang masuk untuk selalu bisa diambil manfaatnya

Kedewasaan santri setelah sekian lama digodok dalam bilik-bilik suci pesantren membuatnya bisa lebih mandiri dan bisa menjalani hidup layaknya orang dewasa lainnya dan tentunya bisa beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Kompleksitas ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa berbarengan dengan semakin tingginya tuntutan terhadap penguasaan atas ilmu pengetahuan dan teknologi, kian disadari pula perlunya pemantapan penghayatan dan pengalaman ajaran agama.

Gejala ini terlihat jelas di masyarakat kita. Pada satu segi, kita melihat dan merasakan terjadinya akselerasi pembangunan yang menunutut iptek yang kian canggih, tetapi pada saat yang sama kita menyadari pula bahwa agama semakin di perlukan untuk menyantuni masyarakat yang menghadapi kegoncangan nilai atau gegar budaya. Maka, lagi pesantren memberi apa yang selalu diinginkan masyarakat luas, dengan managemen pendidikannya yang berorentasi pada pendidikan Islam.

Dalam konteks terakhir ini, kita melihat terjadinya “kebangkitan agama” atau dengan istilah yang lebih moderat, intensifikasi penghayatan dan pengalan ajaran-ajaran agama. Perkembangan ini tentu saja sangat sehat dan positif. Singkat kata, berbeda dengan pengalaman proses modernisasi banyak Negara barat, Di mana terjadi proses sekularisasi dan penyinkiran agama dalam kehidupan publik, sebaliknya di Indonesia pembangunan justru menghasilkan gairah atau antusiasme baru dan peningkatann kesetiaan pada agama.

Sekali lagi, semua itu tidak lepas dari tangan dingin kreatif pihak pesantren yang meramu sedemikian rupa sistem ajaran dengan kombinasi-kombinasi yang tetap bisa bersaing dengan “keganasan” zaman dan tetap tidak lupa pada khittah-nya sebagai lembaga agama yang fokus pada perbaikan moral anak didiknya.

3 komentar: